Tiga Harta Ayah Misterius Ternyata Seorang Bos Besar

Bab 2160



Bab 2160

Bab 2160 Untuk Apa Begitu Sombong?

“Tidak apa–apa ….” Dewi menaikkan tangannya yang dibalut tebal. Original content from NôvelDrama.Org.

“Baguslah jika tidak apa–apa, membuatku takut.” Mina menepuk–nepuk dadanya, “Kalau begitu, Nona istirahatlah lebih awal. Aku tidak akan mengganggu Nona.”

Selesai bicara, dia buru–buru masuk ke kastel belakang dengan tertatih–tatih.

Melihat bayangan punggungnya, Dewi teringat bahwa Mina terus bersikap baik padanya dengan berhati–hati. Dalam hati, Dewi merasa sedikit bersalah.

Sebenarnya, Mina adalah agen khusus FBI, sarna sekali tidak perlu terlalu memedulikan masalah Willy.

Karena rasa setia kawan, juga karena perhatiannya pada Willy, Mina pun ingin buru–buru meminta Dewi memikirkan cara lebih cepat.

Namun, Lorenzo mengaturnya tinggal di kastel belakang, tidak membiarkannya datang ke kastel utama. Selain itu, juga menyuruhnya untuk mengenakan pakaian pengawal.

Tanpa diragukan lagi, serangkaian tindakan ini bertujuan untuk memperingatkan Mina, agar ia tidak banyak ikut campur.

Memikirkan perkataan Cole, serta mengingat situasi Willy, Dewi pun semakin tidak tenang.

Meskipun Cole mungkin memiliki maksud tidak baik, tapi masalah ini memang kenyataan.

Kalau terjadi sesuatu pada Willy, seumur hidup ini Dewi tidak akan bisa memaafkan dirinya

sendiri.

“Ada apa? Masih marah?” Melihat Dewi sangat gelisah, Lorenzo mengira dia masih tidak senang karena masalah Juliana.

“Aku ….” Dewi mendongak dan menatap Lorenzo, “Aku ingin bicara denganmu.”

Melihat ekspresi seriusnya, Lorenzo pun tahu apa yang ingin dibicarakan oleh Dewi. Dia langsung mengerutkan keningnya, “Masalah Willy?”

“Ya.” Dewi mengangguk.

Lorenzo malas berbicara dengannya, maka langsung berbalik badan dan pergi ke kamar mandi.

“Lorenzo….

Dewi berteriak, tapi Lorenzo tidak memedulikannya. Dia pun hanya bisa berbaring di sofa dan menunggu pria itu selesai mandi.

Beberapa saat kemudian, Lorenzo keluar dari kamar mandi, dengan hanya memakai handuk di

pinggangnya dan rambutnya masih basah.

Melihat jendela tidak tertutup rapat, sedangkan Lorenzo juga tidak pakai baju, Dewi takut dia masuk angin, maka buru–buru mengambilkan jubah tidur untuknya, lalu menutup jendela.

Awalnya tindakan yang lemah lembut dan perhatian ini seharusnya membuat orang merasa hangat. Namun, Lorenzo malah berkata dengan dingin, “Biasanya kamu suka bersikap kasar dan tidak pernah menjaga orang. Sekarang demi Willy, kamu pun bisa mengambilkan baju untukku?”

“…” Dewi tak bisa berkata–kata, “Lorenzo, apa kamu sudah gila?”

Lorenzo mengerutkan keningnya, lalu memelototinya dengan dingin.

“Untuk apa kamu memelototiku?” Dewi sangat marah, “Aku berbaik hati menjagamu, kamu malah bicara seperti ini. Kelak aku tidak akan mau memedulikanmu lagi.”

Lorenzo juga malas memedulikan Dewi. Belakangan ini, dia sudah sangat sabar, temperamennya juga cukup baik, setiap hari bersikap baik dan terus menyanjung Dewi. Namun, pikiran wanita ini malah penuh dengan masalah Willy.

Karena itu, Lorenzo merasa sangat tidak senang.

Dia mengeringkan rambutnya, lalu langsung berbaring di ranjang dan membaca buku.

Dewi masih duduk di sofa dengan marah. Melihat Lorenzo tidak memedulikannya, dia semakin marah.

Kalau berdasarkan temperamennya yang dulu, sekarang mereka pasti sudah bertengkar hebat, lalu pergi dengan membanting pintu. Namun, mengingat mereka berdua sudah menjalin hubungan, seharusnya mereka lebih banyak berkomunikasi.

Selain itu, memikirkan nasihat dari Bibi Lauren, Dewi pun menekan kemarahannya.

Dia berdiri dan masuk ke kamar mandi untuk mandi.

Mendengar suara pintu ditutup, Lorenzo mendongak dan melirik ke sana. Temperamen Dewi memang sudah banyak berubah. Namun, dia menganggap ini bukan karena alasan lain, melainkan karena Willy.

Karena mau meminta bantuannya, maka Dewi pun menekan emosinya.

Semakin berpikir seperti itu, hati Lorenzo semakin merasa tidak lampu di sisi ranjangnya dan langsung tidur.

nyaman.

Dia mematikan

pun

Setelah keluar dari kamar mandi, Dewi melihat lampu utama sudah mati, lampu di sisi ranjang Lorenzo juga sudah dimatikan. Lorenzo bahkan tidur membelakangi dirinya, dengan sikap tidak memedulikan dirinya.

Dewi pun semakin emosi.

Dia sudah sangat berusaha mengontrol emosinya, ingin bicara baik–baik dengan Lorenzo. Namun, Lorenzo bukan hanya tidak menenangkannya, tapi malah semakin arogan dan dingin.

Untuk apa begitu sombong? Apa yang bisa disombongkan?


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.