Bab 2157
Bab 2157
Bab 2157 Takut
Dewi sangat terkejut, maka buru–buru mencegahnya.
Namun, gerakan Tamara sangat cepat, dia langsung menyayat pembuluh nadinya.
Dengan cepat, Dewi memegang crat tangan Tamara, membuang pisau itu, lalu merobek gaunnya sendiri dan menutupi luka Tamara.
“Lepaskan aku, lepaskan aku.”
Tamara meronta dengan kuat, menyebabkan pisau itu melukai tangan Dewi. Namun, Dewi tidak memedulikannya, dia tetap memegang tangan Tamara dengan kuat, sambil mengobati lukanya.
“Tamara….”
Saat ini, terdengar seruan panik Nyonya Presiden dari luar, “Cepat, cepat buka pintu!”
Dengan cepat, pintu toilet dibuka.
Melihat pemandangan ini, semua orang sangat terkejut.
Nyonya Presiden masuk sambil berteriak, menyuruh bawahannya memegang putrinya, lalu. menanyakan kondisi luka Dewi dengan panik.
Hal ini membuat Dewi heran. Saat ini, tidakkah seharusnya Nyonya Presiden lebih memedulikan putrinya sendiri? Kenapa sepertinya malah lebih memedulikan dirinya?
“Lepaskan aku, lepaskan aku. Ibu….”
Tamara masih meronta dengan kuat. Saat ini, terdengar suara marah, “Ada apa ini? Cepat bawa dia pergi.”
Itu Presiden.
Sebagian besar reaksinya adalah marah, tidak terlalu memedulikan putrinya.
Kemudian, dia bertanya pada Dewi dengan perhatian, “Nona Wiwi, kamu tidak apa–apa, ‘kan?”
Dewi menggeleng dengan merasa sangat bingung.
Saat ini, sepasang tangan memeluknya dari belakang. Dewi tanpa sadar menoleh, lalu melihat ekspresi lembut Lorenzo, “Tidak apa–apa, ‘kan?”
“Aku
“Kak Lorenzo, Kak Lorenzo….”
Dewi masih belum sempat bicara, Tamara sudah melepaskan diri dari pegangan pelayan wanita,
1/3
lalu maju dengan antusias. Dengan tangan penuh dengan darah, dia menyentuh pipi Lorenzo, “Kak Lorenzo….”
“Cepat tarik dia….”
Setelah Presiden berseru seperti itu, beberapa pengawal pun menarik Tamara, lalu segera membawanya pergi. Tamara masih ingin berteriak, tapi mulutnya sudah dibungkam.
Suasana pun menjadi hening.
Dewi menatap Tamara dengan ekspresi tertegun dan heran.
“Maaf. Nona Wiwi, sudah membuatmu terkejut.” Nyonya Presiden tidak pergi menghibur putrinya, melainkan buru–buru menenangkan Dewi, “Aku sudah memanggil dokter, lukamu akan segera diperiksa. Apa kamu baik–baik saja?”
“Aku tidak apa–apa, Nyonya.” Dewi buru–buru berkata, “Tidak perlu memanggil dokter, aku bisa mengobatinya sendiri. Sebaiknya Nyonya melihat kondisi Nona Tamara.”
“Ini ….”
“Pergilah,” kata Presiden.
Nyonya Presiden pun menunduk meminta maaf pada Lorenzo dan Dewi, lalu buru–buru pergi sambil membawa beberapa orang. NôvelDrama.Org © content.
“Awasi dia dengan baik.” Presiden menegur dengan ekspresi marah.
Namun, saat berbalik badan, dia meminta maaf dengan ekspresi lembut, “Maaf, Lorenzo, sudah membuatmu dan Nona Wiwi terkejut….”
“Ini masalah kecil.” Lorenzo memeluk Dewi, lalu berkata dengan perhatian, “Kenapa penyakit Tamara semakin lama semakin parah? Carilah dokter spesialis untuk memeriksanya.”
“Benar, beberapa hari yang lalu, dia masih baik–baik saja. Tapi, dua hari ini… Haiz ….” Presiden menghela napas panjang, ekspresinya sangat cemas, “Pesta ini malah berubah menjadi seperti
ini.”
“Aku bukan orang luar, ini bisa dimaklumi.” Lorenzo menghibur, “Kami pulang dulu. Kamu cepatlah lihat kondisi Tamara, jaga dia dengan baik.”
“Ada Ibunya yang menemaninya, tidak akan apa–apa.” Presiden menghela napas, “Ayo, biar kuantar keluar.”
Saat pergi, Dewi baru menyadari bahwa orang–orang dari tiga keluarga besar, termasuk Juliana, tidak datang kemari. Mungkin demi tidak melihat kegilaan Tamara dan membuat Presiden serta Nyonya malu, mereka pun tetap di ruang bermain
Saat Presiden dan Lorenzo melewati ruang bermain, barulah sekelompok orang menyambut, seolah– olah tidak ada masalah yang terjadi. Mereka masih membahas permainan yang tadi.
Sedangkan Juliana juga sangat tenang, tidak seperti biasanya, seolah–olah masalah yang terjadi tadi tidak ada hubungannya dengannya.
Dalam hati, Dewi merasa sangat takut. Orang–orang dari kalangan level atas ini begitu berhati dingin dan munafik.