Bab 2095
Bab 2095
Bab 2095 Tak berguna
Setelah melewati satu jam pertolongan, Robin akhirnya melewati masa kritis.
Dewi melepaskan sarung tangan dan berpesan pada perawat, “Jaga dia baik–baik, ada apa–apa, panggil aku.”
“Baik, Tabib Dewi.”
Dewi berjalan keluar dari ruang medis, ia melihat ekspresi tegang Pangeran Willy, lalu berkata sambil marah, “Mereka benar–benar sombong sekali, berani–beraninya mencelakainya secara terang– terangan.”
Pangeran Willy menundukkan kepala, diam tak bicara.
“Sopir yang mengantarnya itu, apa orangmu?” tanya Dewi.
“Orang Pak Franky.” Pangeran Willy berkata dengan suara serak, “Mungkin tertembak saat perjalanan pulang….”
“Berarti, Robin berhasil masuk ke dalam istana kerajaan dan melaporkan hal ini pada Yang Mulia?” tanya Dewi.
“Iya.” Pangeran Willy menganggukkan kepala, “Ketika kamu sedang mengobati Robin, sopir itu. melaporkan padaku. Robin sudah masuk ke istana sejak awal, lalu ditembak di perjalanan. Untung saja keterampilan menyetir sopir tak buruk, jika tidak….”
Ketika bicara, Pangeran Willy menghela napas dalam–dalam. Ia merasa sangat bersalah dan menyalahkan diri sendiri, “Aku sungguh tak berguna, sebagai seorang Pangeran bahkan tak mampu melindungi orang di sekitarku.”
“Karena mereka ingin segera membunuhnya, maka ke depannya kamu jangan terlalu sungkan. pada mereka lagi.” Dewi berkata dengan marah, “Mereka itu benar–benar terlalu sombong!!!!
Pangeran Willy hening kembali, ia tampak serius.
“Willy, kamu dengar ucapanku tidak?” Dewi merasa agak kesal, “Mereka itu sekarang sedang menginjak–injakmu. Bisakah kamu kuat sedikit?”
“Dewi….” Pangeran Willy akhirnya mendongak dan berkata dengan suara kecil, “Kamu beres- beres dan pulanglah, aku akan mengutus orang untuk mengantarmu ke bandara.”
“Apa??” Dewi terkejut.
“Aku tak bisa melibatkanmu.” Pangeran Willy menarik napas dalam, “Benar katamu, mereka sudah keterlaluan. Kalau aku tak menyerang balik, maka 80 lebih nyawa di kastel juga terlibat. Aku tak bisa duduk menunggu, harus melakukan persiapan untuk menyerang
Tapi sebelumnya, aku harus mengantarmu pergi….”
balik.
“Omong kosong apa yang kamu katakan?” Dewi kehilangan kata–katanya, “Robin masih terluka parah dan tak sadarkan diri. Racun di tubuh kalian masih belum di netralisir. Kakimu juga belum mulai pengobatan. Di saat seperti ini, aku mana mungkin pergi?”
“Tapi….”
“Diam!” Dewi menyela ucapan Pangeran Willy dan berkata dengan kesal, “Seorang pria kenapa suka berbelit–belit? Karena aku sudah di sini, maka sudah terlanjur terjadi. Kamu malah mengusirku pergi?
Mereka sudah tahu identitasku, juga tahu aku yang menemukan racun di sumber air.
Memangnya mereka akan melepaskanku? Kalau harus dibunuh pasti dibunuh, lebih baik segera selesaikan masalah ini.”
“Duh, ini semua karena aku melibatkanmu.” Pangeran Willy merasa bersalah, “Kalau tahu begini, tidak seharusnya aku mengundangmu kemari.”
“Jangan bicara omong kosong lagi.” Dewi kesal sekali, “Sekarang hal mendesak di depan mata adalah menyelesaikan masalah dulu.”
“Benar.” Pangeran Willy menganggukkan kepala, “Sebelumnya aku sudah mengirim pesan ke Yang Mulia, nanti seharusnya ia akan menghubungiku. Dewi, kamu sungguh tak pergi? Aku takut ke depannya harus berkonfrontasi langsung dan akan melibatkanmu.” Content is © by NôvelDrama.Org.
“Aku tidak takut terlibat.” Dewi tersenyum sinis, “Aku justru ingin melihat seberapa beraninya mereka?”
“Masalah ini tak ada hubungannya denganmu, kamu jangan ikut campur.” Pangeran Willy lekas berkata, “Kamu hanyalah seorang dokter, kamu lakukan saja pekerjaanmu. Jangan pedulikan hal lain.”
Baru saja selesai bicara, pengawal mengeluarkan ponsel dan melapor, “Pangeran, Yang Mulia telepon.”
Pangeran Willy lekas menerima ponsel, menggeser kursi rodanya ke pinggir jendela dan menjawab panggilan itu, “Kakek … iya, Robin sudah kembali….”
Pangeran Willy tampak sangat berhati–hati, ia bicara dengan nada tertunduk, bahkan tak berani bilang pada Yang Mulia bahwa Robin tertembak..
Dewi melihat tindakannya, ia benar–benar emosi sekali. Ia merasa Willy sangat tak berguna.