Bab 2041
Bab 2041
Bab 2041 Kelembutan
Keesokan harinya….
Setelah sibuk seharian, Brandon akhirnya selesai menyiapkan semua bahan obat, peralatan medis, dan plasma darah yang dibutuhkan Dewi.
Sore harinya, Dewi mulai mengoperasi Lessi.
Brandon dan Lauren di samping membantunya.
Setelah lebih dari tiga jam, operasi akhirnya berhasil diselesaikan.
Dewi melepas masker, menyeka keringatnya dan mengumumkan, “Amati selama 24 jam, kalau tidak ada keadaan darurat, maka operasinya dapat dikatakan berhasil.”
“Aku bisa bergiliran menjaganya, kamu istirahatlah.”
Lauren mendesak Dewi.
“Aku mandi dulu, lalu aku harus menemui Willy.”
Dewi pergi dengan tergesa–gesa.
Brandon ingin mengikutinya, tapi Lauren berkata, “Hari ini biarkan saja, Lessi harus dijaga. Selain itu, dilihat dari situasi hari ini, Dewi tidak akan membiarkanmu mengikutinya.”
“Baiklah, kalau begitu lain kali.”
Selesai mandi, Dewi mengemudikan mobil pick up tuanya ke Kafe Grapes.
Pemiliknya sedang membawa anjingnya jalan–jalan di sekitar, ketika melihat Dewi datang, dia melambai dan menyapanya dari kejauhan, “Pria tampan itu sedang menunggumu.”
Dewi melambai padanya dan memarkirkan mobilnya di depan, lalu turun dari mobil dan masuk ke dalam kafe.
Hari ini Robin membawa biji kopinya sendiri, menggilingnya menjadi bubuk dan membuat beberapa cangkir kopi yang harum, satu ruangan dipenuhi oleh aroma harum dari kopi itu.
“Mencium aroma ini, rasa lelah jadi hilang.”
Dewi mencium aromanya, dirinya merasa sangat nyaman.
“Hari ini pasti sangat lelah, ‘kan?” Willy menatapnya dengan lembut, “Matamu sampai merah.”
“Operasi selama lima jam berturut–turut, rasanya memang sedikit lelah.” Dewi menggosok ruang
di antara alisnya, “Maaf membuat kalian menunggu.”
“Tidak apa–apa, aku tahu kamu sibuk, jadi hari ini aku sengaja datang lebih telat.” Willy menyerahkan handuk panas padanya, “Kompres matamu, harusnya akan lebih enak.”
“Terima kasih.” Dewi mengambil handuk panas itu dan mengompres matanya yang kering. dalam sekejap, rasa lelahnya sudah lebih berkurang.
“Siapkan makanan untuk Dewi.” Willy memerintahkan Robin, “Masak saja mi tradisional yang sederhana, harus yang ringan dan cepat!”
“Siap, akan segera aku siapkan.” Robin segera pergi menyiapkannya.
“Robin sudah bisa memasak mi tradisional?”
Dewi menutup matanya dan bertanya dengan rasa penasaran.
“Sangat mudah, dipelajari saja pasti bisa.” Willy tersenyum pelan, “Kamu malam ini belum. makan, ‘kan? Pasti lambungmu merasa tidak enak, jangan minum kopi, minum air hangat dulu, nanti setelah makan baru minum kopi.”
“Ya.” Selesai Dewi mengompres matanya, sudah ada segelas air hangat di depannya, setelah meminumnya, lambungnya terasa jauh lebih enak.
Segera, Robin membawakan semangkuk mi tomat dan telur, ia tersenyum malu, “Tomat dan telur bahan yang selalu ada di setiap kulkas dapur modern. Minya aku buat sendiri dengan tepung, tapi tidak ada daun bawang di sini, semoga Nona tidak keberatan untuk memakannya.”
“Sudah sangat baik.” Dewi mencicipinya dan tidak bisa menahan diri untuk mengaguminya, “Enak sekali, terima kasih Robin!”
“Baguslah kalau Nona menyukainya.”
Robin tersenyum dan berdiri di belakang Willy.
Dewi benar–benar sudah lapar, sebenarnya dia dari siang belum makan. Dia menjaga Lessi sepanjang waktu, melakukan berbagai pemeriksaan dan persiapan pra operasi. Dia sangat sibuk hingga tidak punya waktu untuk minum air.
Jadi baginya, semangkuk mi ini sangat berharga.
Willy terus menatapnya dengan lembut, menunggunya selesai makan, lalu perlahan. menyerahkan tisu padanya.
“Terima kasih!” Dewi menyeka mulutnya.
Willy memandangi keringat yang menetes dari dahinya dan memerintahkan Robin, “Turunkan suhu AC nya dua derajat, setengah jam lagi baru kembalikan ke suhu semula.” NôvelDrama.Org copyrighted © content.
“Ya.” Robin segera melaksanakannya.
Dewi menyeka keringat dari dahinya dan tidak bisa menahan untuk mendesah, “Willy, kamu benar– benar lembut, perhatian dan teliti, kamu adalah pria yang sempurna.”
“Hehe…” Willy tertawa dan tidak bisa menahan diri untuk mendesah dengan suara pelan, “Sayangnya, kamu tidak suka ….”
“Hah? Apa kamu bilang?” Dewi tidak mendengar kata–katanya dengan jelas.
“Tidak apa–apa.” Willy berkata dengan lembut, “Sekarang kamu sudah kenyang, sudah bisa minum kopi.”