Ruang Untukmu

Bab 284



Bab 284

Ruang Untukmu Bab 284

Leave a Comment / Ruang Untukmu / By Admin 01

Ruang Untukmu

Bab 284

"Elan, Paman masih ingat saat menggendongmu di tanganku waktu kamu masih kecil. Sudah lebih dari dua puluh tahun dan kamu tumbuh

menjadi pemimpin keluarga Prapanca Paman bangga padamu!" sambil menggunakan kenangan masa lalu, laki laki itu mencoba untuk

membuat Elan bersimpati. Dia pun memohon, "Tolong bantu Paman, Elan. Biarkan Paman bertemu dengan Nenekmu. Paman hanya butuh

sepuluh menit saja."

"Biar ku perjelas lagi. Keluar." nada suara Elan terdengar dingin dan kejam

"Kamu..." ujar laki-laki itu menahan amarah.

Meskipun sedang bersembunyi di bawah jendela yang ada di luar, Tasya bisa merasakan ketegangan yang terjadi di

dalam Vila itu.

"Apa kamu sampai harus bersikap kejam seperti ini, Elan? Aku ini masih keluarga Prapanca dan aku ini Pamanmu! Beraninya kamu bersikap tidak sopan padaku?"

"Keluarga Prapanca tidak punya anggota keluarga sepertimu. Bagiku, kamu bukan siapa-siapa!" ujar Elan datar.

"Baiklah. Apa yang kamu katakan ini akan terus kuingat. Kamu akan menyesal nanti!" teriak Rully, lalu dia keluar dan membanting pintu.

Suara itu membuat Tasya terkejut dan tanpa sadar menginjak daun kering yang ada di tanah, sehingga terdengar suara gemerisik dari luar.

"Keluarlah sekarang, siapapun kamu." ujar Elan dari dalam Vila.

Awalnya Tasya ingin pergi dari sana, tapi dia begitu terlena dengan perkataan Elan dan jantungnya pun berdegup kencang. Akhirnya, karena tidak punya pilihan lain, dia berkata, "Ini aku, Tasya."

Setelah itu, Tasya muncul dari balik jendela. Elan melihat Tasya dengan terkejut dan suaranya pun berubah lembut. "Kenapa kamu ada disini?"

"Kalau aku bilang aku tidak sengaja mendengar pembicaraanmu tadi, apakah kamu akan percaya?" tanya Tasya penuh rasa malu. Situasi ini membuatnya merasa canggung.

Mendengar itu, Elan tersenyum. "Tentu saja aku percaya. Masuklah!"

Tasya pun masuk dari pintu utama dan melihat hanya ada Elan di Vila itu. Dia duduk di sofa sambil menyalakan rokok. Terlihat jelas kalau suasana hatinya sedang tidak baik-baik saja.

"Maafkan aku. Seharusnya aku tidak menguping tadi. Aku janji tidak akan mengatakan ini pada siapapun," ujar Tasya sambil mengangkat telapak tangannya. Lagi pula, tidak ada yang bisa dia katakan pada orang lain.

Melihat sikap Tasya, Elan mematikan rokoknya dan berkata, "Ayo jalan-jalan denganku."

Tasya menurut. Mereka berdua berjalan menyusuri jalan bambu yang sepi menuju ke hutan bambu yang disinari cahaya tampu temaram. Melihat sosok Elan yang berjalan di depannya, Tasya tidak tahu harus mengatakan apa.

"Dia saudara tiri Ayahku yang dikejar keluarga kami dua puluh tahun lalu."

Tasya terdiam mendengarnya, lalu berkata, "Aku tahu. Nenekmu memberitahuku tentang dia tadi siang. Orang tuamu

meninggal karena dia, kan?"

Mendengar perkataan Tasya, Elan terkejut. Dia berbalik dan berkata, "Nenekku benar-benar menganggapmu sebagai keluarganya."

Perkataan Elan membuat Tasya tersipu, karena tahu Hana memang menganggapnya sebagai keluarga.

"Orangtuaku terbang ke luar negeri untuk mengurus kekacauan yang dia buat. Tapi helikopter yang mereka tumpangi kecelakaan, dan

mereka berdua meninggal," ujar Elan sambil mengangkat kepalanya. Cahaya lampu menyinari wajahnya, memperlihatkan raut wajahnya

yang tampak sedih.

Hati Tasya terasa sakit melihat Elan, tapi dia tidak tahu bagaimana caranya untuk menghibur Elan.

Tapi, perbuatan bisa mengungkapkan apa yang tidak bisa diungkapkan oleh kata-kata. Dia mengulurkan tangannya dan menggandeng

tangan Elan. Tatapan mata Tasya terlihat mengkhawatirkan Elan. Property © NôvelDrama.Org.

Saat itu, Elan melihat tangan Tasya dan segera meraihnya. Tangan Elan kini memeluk pinggang Tasya. Seketika mereka menjadi sangat

dekat.

Ini membuat Tasya terkejut, tapi dia tidak berusaha melepaskan pelukan Elan. Saat itu, Elan menatapnya dengan tatapan penuh rasa

sayang. Tatapannya begitu memikat, bahkan semua perempuan pasti akan jatuh cinta padanya walaupun hanya melihatnya.

Begitu juga dengan Tasya. Dia bukanlah boneka, dan hatinya, sama seperti perempuan lainnya, mudah tersentuh, Terutama saat ini, ketika

Elan terlihat rapuh dan sangat membutuhkan seseorang untuk menghiburnya.

Elan mendekatkan wajahnya pada Tasya, dan Elan tidak perlu memberitahunya apa yang akan dia lakukan.

Mungkin karena cahaya lampu, atau karena cahaya bulan, atau karena Elan sendiri yang membuat Tasya tersihir. Tangan Elan memeluk

erat pinggang Tasya, dan setiap udara yang dia hirup, penuh dengan aroma Elan yang memikat Tapi, saat itu Tasya sadar bahwa apa yang

sedang dia lakukan itu salah.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.