Bab 207
Bab 207
Ruang Untukmu
Bab 207
Sampa penghujung ban, persungan untuk posisi direktur asosiasi terasa seperti persaingan untuk mclihat siapa yang memiliki lebih banyak kenalan kaya. Kandidat yang unggul dalam kedua kategon itu sudah diuntungkan dan itu masih belum termasuk hasil penjualan toko mereka yang sesungguhnya.
Tasva harus menelan pil palit saat tahu bahwa dia terunggal cukup jauh. Dia tinggal di luar negeri selama lima tahun dan sudah tidak berhubungan dengan teman lama atau kerabatnya beberapa waktu ini. Yang membuat semua ini makin menyakitkan adalah kalaupun dia bisa menghubungi teman dan kerabannya, mungkin mereka juga tidak akan mampu membeli
perhiasan mahal.
Wanita itu menghela napas seraya duduk di kantor manajer toko dan mencari berbagai strategi pemasaran di internet. Akhirnya, dia sampai pada simpulan bahwa kebanyakan dari strategi itu tidak akan berhasil untuknya.
Pada saat ini, enam mobil berhenti di luar Jewelia. Beberapa pria dan wanita dengan gaya berpakaian yang berbeda berjalan memasuki pintu. NôvelDrama.Org © 2024.
Para asisten toko yang tengah mengobrol pun bubar dan melenggang untuk menyambut pelanggan. Yang lebih mengejutkan lagi, para pelanggan itu memilih perhiasan dari koleksi kelas atas.
Tidak sampai sepuluh menit kemudian, dua orang dari beberapa pelanggan itu pergi setelah membeli perhiasan seharga miliaran. Dalam waktu setengah jam, penjualan di toko itu melonjak mencapai enam belas miliar.
“Nona Tasya, ada kabar baik! Ada sekelompok pelanggan yang datang ke toko tadi dan mereka tertarik pada perhiasan dari koleksi utama kita. Hasil penjualan kita sekarang mencapai enam belas miliar! Kita harus meminta lebih banyak persediaan perhiasan dari kantor pusat secepatnya.”
“Apa?” Tasya sontak berdiri saking terkejutnya. Tidak mungkin. Apa aku benar–benar seberuntung itu?
Sore itu, Tasya dan manajer toko menyusun dua strategi terpisah sehubungan dengan lonjakan penjualan yang uba–uba itu. Berhubung toko masih memiliki stok hadiah, mereka memasang tanda di luar pintu untuk mempromosikan kegiatan berbagi hadiah. Rencana kedua yang mereka buat adalah Tasya akan menggunakan uang pribadinya sebanyak enam puluh juta untuk memasang iklan di semua pusat perbelanjaan terkemuka selama satu bulan,
Pada pukul empat sore, Tasya meninggalkan pekerjaannya untuk menjemput Jodi di sekolah. Begitu turun dari mobil, dia relleks berbalik untuk melihat ke tempat parkir di sebelah taman kanak–kanak.
Dia melihat Rolls–Royce yang familier diparkir di samping sekolah dan pelat nomornya terlihat sama uniknya dengan mobil itu. Hanya Elan yang mungkin memiliki mobil itu.
Tasya jadi sangat kesal. Pria itu datang untuk menjemput Jodi lagi dan Tasya mulai bertanya tanya apa yang sebenarnya Elan coba buktikan.
Wanita itu masih kesal saat melihat Jodi mclompat–lompat keluar dari gerbang sekolah sambil menggenggam tangan Elan. “Mama, Mama!” scru anak itu seraya berlari ke arah ibunya.
Tasya berseri–seri dan mengulurkan tangan untuk memeluk putranya.
“Mama, Om Elan bilang dia akan menuaktir kita makan malam,” Jodi memberitahu jbunya dengan ceria.
Mendengar ucapan anaknya, Tasya menatap Elan dan mengibaskan tangan sambil menolak tawaran itu. “Tidak, tidak usah. Aku sudah bisa memasak makan malam sekarang karena luka di tanganku sudah mulai sembuh. Pak Elan, silakan Anda pergi saja kalau masih ada hal penting lain yang harus Anda urus.”
“Tidak. Avo, ke rumahmu untuk makan malam,” usul pria itu. Ketika Elan melihat wajah lelah Tasya, dia pun menambahkan, “Kita bisa makan malam di luar saja kalau kamu lelah malam ini.”
“Tidak usah. Lagi pula, aku lebih suka memasak sendiri,” jawab Tasya. Dia tidak ingin pria ini memanjakan lidah Jodi dengan makanan mahal.
“Ya sudah, kalau begitu. Ayo, kita beli bahan makanannya bersama.” Setelah mengatakan itu, Elan menggendong Jodi menuju mobilnya.
Tasya baru saja akan menyusul mereka saat seorang ibu bergegas menghampirinya dan berkata dengan nada iri, “Kamu beruntung sekali, Tasya! Suamimu kaya, tampan, dan mau membantumu mengurus anak! Berbeda sekali dengan suamiku yang payah. Aku bahkan tidak ingat kapan terakhir kali aku melihat suamiku sendiri di rumah.”
Tasya memaksakan senyum. Pernyataan itu membuatnya terdiam.
Sang ibu melanjutkan, “Aku belum pernah lihat laki–laki setampan suamimu! Menurutku, dia jauh lebih tampan dibandingkan para selebritas di luar sana. Kamu harus hati–hati. Siapa tahu ada wanita lain yang diam–diam menunggu untuk merebut suamimu!”
Senyum di wajah Tasya mendadak kaku, tetapi dia hanya mengangguk dan berkata dengan anggun, “Baiklah. Akan kuingat–ingat nasihat itu.”
Jodi sudah duduk di kursi belakang saat Tasya masuk mobil. Entah mengapa, perasaannya agak bimbang. Dia tidak yakin apakah hubungannya dengan Elan yang terus seperti ini akan berdampak baik ke depannya.
Dia memasak beberapa menu untuk makan malam. Elan dan Jodi makan dengan lahap. Mereka bahkan melahap sup buntut yang Tasya yakin rasanya tidak terlalu enak.
Jodi suka pergi ke taman bermain setelah makan malam. Saat perhatian Tasya sedang teralihkan, Elan memutuskan membawa anak itu ke sana.
Tasya selesai mencuci piring dan merapikan rumah pada pukul setengah sembilan malam. Dia membawa segelas air ke balkon. Namun, saat sedang meneguknya, dia tiba–tiba sadar bahwa dia minum dari gelas yang digunakan Elan tadi. Dia pun makin jengkel.
Previous Chapter
Next Chapter