Bab 183
Bab 183
Bab 183
“Tentu saja! Om akan menjemputmu di sckolah besok.” Tentu saja Elan sangat bersedia untuk menjaga Jodi.
Setelah itu, Jodi kembali bertanya dengan rasa ingin tahu, “Om Elan, kira–kira apakah akan ada banyak pria di perjamuan itu? Aku khawatir kakek akan memperkenalkan pria lain kepada Mama. Kuharap Om Elan juga bisa hadir di perjamuan itu supaya bisa bertemu dengan kakek juga.” Belongs © to NôvelDrama.Org.
Elan menyipitkan matanya. Mungkinkah Frans akan mencarikan pasangan untuk Tasya di perjamuan besok? Kalau memang begitu, bagaimana mungkin aku akan membiarkannya? Elan langsung memikirkan orang lain yang sesuai untuk bisa menjaga anak itu.
“Jodi, jika Om akan menghadiri perjamuan kakekmu besok malam, apa kamu setuju kalau Om meminta bantuan Om Nando untuk menjagamu? Tapi, kita harus rahasiakan dulu untuk saat ini,
oke?” Elan tidak ingin rencananya hancur, jadi dia tidak bisa membiarkan Tasya dan Nando mengetahui hal ini lebih dulu.
“Oke!” Jodi kini resmi menjadi ‘mitra kejahatan‘ Elan.
Nando yang malang tidak tahu bahwa dia akan segera menjadi pengasuh sementara yang membantu sepupunya mengejar Tasya.
Tak lama kemudian, Tasya menyajikan dua piring pangsit di meja makan, lalu dia kembali ke
la piring lagi. Sementara itu, Elan dan Jodi, yang sedang duduk di meja, mulai mencelupkan pangsit ke dalam saus yang sudah dihidangkan dan menyantapnya.
Tasya memasak semua pangsit yang dibelinya hari itu, dan kebetulan porsinya cukup untuk mereka bertiga. Setelah makan, Elan membawa Jodi turun ke bawah untuk berjalan–jalan, sementara Tasya membersihkan rumah. Setelah selesai, Tasya duduk di sofa dan terdiam. Kenapa aku merasa seolah– olah kami bertiga adalah keluarga?
Kemudian dia tiba–tiba teringat kembali ketika Elan telah tidur dengan Helen sebelum ini, dan sebuah perasaan yang tak terlukiskan mengalir di dalam dirinya.
Dia ingat betul bagaimana Helen menggambarkan malam di mana mereka bersama, terutama ketika Helen memeluk Elan di taman kediaman Prapanca. Dia juga menyebutkan tentang betapa liarnya Elan saat berada di atas tubuhnya. Jelas sekali bahwa malam itu adalah malam yang penuh gairah dan tak terlupakan bagi Helen.
Tasya memejamkan matanya, mencoba untuk mengabaikan berbagai pikiran yang muncul di kepalanya. Kisah Helen mengingatkannya kembali pada malam lima tahun lalu saat dia menghabiskan malamnya dengan seorang pria yang sama sekali tidak dikenalnya. Dia bahkan tidak tahu nama atau wajahnya, meskipun dia benar–benar sadar ketika semuanya terjadi malam itu.
Dia hanya ingat bahwa pengawal laki–laki itu memiliki lubul yang besar dan kekar. Staminanya begitu kuat sehingga Tasya hampir tidak bisa menahannya. Pria itu seakan telah kehilangan akal sehatnya saat itu, seolah–olah seperti binatang buas yang tidak memiliki rasa kemanusiaan sama sekali.
Setiap kali Tasya mengingat malam itu, seluruh tubuhnya akan langsung gemetar, dan kejadian ini menyebabkan dia memiliki rasa jijik terhadap nafsu duniawi antara seorang pria dan seorang wanita. Lantas dia pun menolak untuk menikah, bukan hanya karena penolakan mental yang dia rasakan terhadap hal–hal seperti itu, tetapi juga karena kejadian itu telah membuatnya trauma secara fisik.
Ketika Tasya masih tenggelam dengan ingatannya yang menyakitkan itu, tiba–tiba suara pintu yang dibuka membuatnya tersadar kembali. Dia menarik napas dalam–dalam.
“Kalian sudah kembali?” Tasya tersenyum pada Jodi yang sedang berlari ke dalam rumah. Ketika dia melihat wajah putranya yang tampan dan menggemaskan itu, penderitaannya seakan berkurang
“Ini untukmu Mama!” Putranya itu kembali dengan membawa minuman kesukaan Tasya.
“Kalian pergi keluar dan membeli sesuatu?” tanya Tasya sambil tersenyum.
“Karena aku haus, Om Elan membelikanku minuman. Lalu aku juga ingat kalau Mama suka ini, jadi aku belikan juga sebotol untuk Mama.”
Mendengar ucapan Jodi, Tasya menatap pria jangkung di hadapannya itu dan berterima kasih padanya. “Terima kasih.”
“Ma, aku merasa gerah! Aku ingin mandi.”
“Baiklah, Mama akan membantumu mandi. Kalau begitu ambil dulu piyamamu ya,” sahut Tasya sambil melihat putranya yang langsung pergi ke kamarnya.
Setelah itu, Tasya beralih memandang Elan dan berkata, “Pak Elan, ini sudah larut malam. Anda boleh pulang.”
Pria itu menatap Tasya lekat–lekat, matanya tampak sangat memesona ketika dia bergumam, “Tapi aku masih ingin di sini.”
“Jangan berpikir kamu bisa memanfaatkanku. Itu tidak akan terjadi lagi,” tukas Tasya dengan tenang. Aku tidak akan terjebak dengan triknya lagi.
Elan sendiri sadar bahwa dia tidak mungkin seberuntung itu untuk bisa menyentuh Tasys setiap saat. Namun, begitu memikirkan bahwa mereka masih akan bertemu di kantor keesokan harinya, dia menyeringai. “Sampai jumpa besok di kantor, kalau begitu.”
Setelah itu, Elan mendorong pintu hingga terbuka dan meninggalkan rumah Tasya. Tasya menghela napas lega dan dengan cepat memasuki ruangan untuk membantu putranya mandi.
Keesokan paginya, Departemen Desain mengadakan pertemuan pagi–pagi sekali. Saat Tasya berjalan ke ruang rapat dengan gugup, tiba–tiba matanya menangkap sosok menawan dan berwibawa yang sedang duduk di kursi di sebelahnya, dan suasana kantor yang biasanya berisik
tiba–tiba menjadi sangat serius.
Previous Chapter
Next Chapter