Antara Dendam dan Penyesalan

Bab 724



Bab 724

Alex meludahi tubuh William yang kembali tidak sadarkan diri dengan ekspresi jijik. “Ya ampun, dia

nggak pantas banget jadi anggota keluarganya Tuan Harvey. Belum diapa–apain saja wajahnya sudah pucat begitu. Dasar lemah.”

Sebagai cucu laki–laki sulung di Keluarga Irwin, Harvey memang sedari kecil sudah dididik dengan keras oleh kakeknya. Harvey memiliki masa kecil yang pahit, berbeda sekali dengan William yang tumbuh dalam keluarga yang harmonis.

Harvey melirik William dengan dingin, lalu berkata, “Suruh dokter obati luka–lukanya. Dia nggak boleh sampai mati sebelum kita mendapatkan informasi yang berguna darinya.”

“Baik, Tuan Harvey.”

Setelah itu, Harvey berbalik badan tanpa ragu dan berjalan menuju dapur. Para pelayan pun segera

membersihkan kondisi rumah yang kacau balau.

*Tuan Muda Kecil mau makan apa? Bilang saja pada kami! Tuan Muda Kecil nggak perlu masak sendiri,” kata Bibi Eri yang bergegas menghampiri Harvey.

Harvey tidak mengacuhkan ucapan Bibi Eri. Jemarinya yang ramping pun mengolah seekor ayam yang

baru saja dibunuh.

Bibi Eri sontak termangu dengan bingung dan kaget. Sedetik yang lalu Harvey terlihat begitu haus darah. tetapi begitu mengenakan celemek, pria itu malah tampak memikat!

Harvey meletakkan ayam dan berbagai bahan masakan lainnya ke dalam panci, lalu mulai mengolah bahan lainnya. Dia memasak bubur dan sayuran, lalu segera mengisi termos dengan kuah kaldu ayam.

Setelah itu, Harvey mengemudikan mobilnya menuju rumah sakit.

Selena sedang tertidur dengan lelap sehabis diberikan obat anti–peradangan. Wajahnya terlihat pucat

dan tirus, dia tampak begitu lemah.

Ellia yang begadang menemani Selena pun terlihat beberapa kali menguap.

Harvey berjalan menghampiri Ellia, lalu menepuk bahu ibunya dan berkata, “Ibu pulang saja dulu, biar

aku yang jaga.”

Ellia langsung menarik Harvey keluar dari kamar rawat, mereka berbicara di koridor rumah sakit. Bagaimana rencana langkahmu selanjutnya? Kondisi Selena saat ini benar–benar parah, dokter bilang

+16 BONUS Material © of NôvelDrama.Org.

sel–sel kankernya menyebar dengan cepat. Kalau terus dibiarkan seperti ini, bisa–bisa dia

“Aku sudah menemukan solusinya, tapi aku butuh bantuan Ibu. Katanya Poison Bug lagi mengembangkan obat anti–kanker yang bisa menunda penyebaran sel kanker untuk sementara waktu.” Ellia tahu perselisihan di antara Harvey dan Isaac, jadi dia langsung menjawab, “Oke, Ibu mengerti, biar Ibu pikirkan jalan keluarnya. Kamu jaga Selena baik–baik ya, jangan sampai melukainya lagi.”

“Nggak, nggak akan lagi, aku janji,” gumam Harvey pelan sambil menundukkan kepalanya.

Ellia sebenarnya ingin mengomeli putranya habis–habisan, tetapi melihat Harvey yang seperti ini pun membuat Ellia menjadi tidak tega. Pada akhirnya, Ellia hanya menghela napas dan menepuk–nepuk pundak putranya, lalu berjalan pergi.

Sekarang, Harvey dan Selena adalah satu–satunya yang berada di dalam kamar rawat. Harvey memperhatikan wajah Selena dalam diam.

Kisah cintanya dengan Selena selama ini pun terlintas dalam benak Harvey. Selena menjadi seperti sekarang karena Harvey asal menuduhnya. Betapa Harvey berharap bisa menggantikan Selena untuk menanggung penderitaan ini.

Pantas saja Selena berulang kali ingin bunuh diri. Harvey tidak bisa membayangkan bagaimana Selena

bertahan melalui dua tahun ini.

‘Tes, tes…”

Sebutir air mata pun bergulir turun. Tepat pada saat itu, Selena terbangun. Dia melihat Harvey yang sedang buru–buru mengusap air mata di pipinya.

Ternyata pria yang begitu dingin dan tidak pedulian itu juga bisa mengusap air matanya dengan begitu terburu–buru seperti seorang anak kecil yang tidak berdaya.

“Kamu sudah bangun, Seli. Kamu lapar? Atau haus? Biar kuambilkan minum.”

Harvey pun bangkit berdiri dengan panik untuk mengambil air sehingga kakinya tidak sengaja

menendang kursi. Tubuh Harvey yang nyaris setinggi 1,9 meter itu sontak terjatuh dengan bunyi yang

kencang.

Selena membuat fisik Harvey terluka, sementara Harvey melukai hati Selena.

Harvey takut semua usahanya akan gagal membuat Selena tetap bertahan. Dia takut pada akhirnya

hanya bisa melihat Selena pergi.

Harvey tidak merasa malu sudah terjatuh, dia malah buru–buru bangkit dan menuangkan segelas air.

23

Sel…”

Selena menatap Harvey dengan sorot tegas dan wajah yang pucat. “Lepaskan aku, Harvey.”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.